KHALIFAH SEJATI DARI ARSY
Karya Kiki Ayu Humairah
Keberangkatanku ke negeri seberang bukan untuk menjauh dari ibu dan paman yang selalu ingin menikahkanku dengan saudagar kaya di daerahku, bukan juga melarikan diri atas segala beban keluarga yang disandarkan padaku, aku hanya ingin seperti anak seusiaku yang tidak terusik ketika mereka asik mencari ilmu, bermain kesanaa-kemari sesuka hatinya, namun aku seperti jaminan yang disodorkan paman untuk melunasi hutang-hutangnya.
Sedangkan ibu tidak bisa membelaku sama sekali, mana mungkin aku yang masih begitu belia harus menikah dengan orang yang lebih pantas ku panggil ayah, yah . . .saudagar itu. Namun kini aku meyakinkan diriku berkat beasiswa kuliah di Malaysia membuatku sedikit terbebas dari ular-ular yang akan menerkaku terutama saudagar kaya yang sombong itu, pak lukman. Tapi aku tetap mengkhawatirkan ibuku, bagaimanapun juga ibu adalah orang yang sudah membesarkanku sendiri tanpa ayah yang aku sendiri tidak tau siapa ayahku. Banyak yang mengatakan aku ini anak haram tidak jelas asalnya, jika ku tanyakan ibu, maka ibu hanya menjawab enteng bahwa ayahku sudah mati namun sampai usiaku 18 tahun aku belum pernah lihat fotonya, dalam akte kelahiranku saja memakai nama pamanku yang turut andil dalam membesarkanku meski demikian paman lebih sering membebani ibu itu yang aku rasakan.
Pagi itu begitu cerah, awan begitu bersahabat denganku namun kondisi ini sama sekali tidak bisa sepenuhnya mebuatku senang, ibu sama sekali tidak bahagia apalagi bangga dengan prestasi dan beasiswa yang ku dapatkan, dan paman begitu tau aku akan pergi sekolah ke malaysia malah memakiku dengan bahasa kasar dan menyakitkan, yang katanya aku tidak tau malu, tidak punya rasa terimakasih, tidak kasihan pada ibu, aku hanya anggap kata-kata paman sebagai angin yang sesaat kemudian aku kosentrasi dengan studyku, agar aku bisa membahagiakan ibu. Kini pesawat sudah meluncur jauh dari bumiku, bumi tempatku bernaung, jangankan diantar ke Bandara, keluar rumah saja ibu tidak memandangku sama sekali, hanya sekali bercap hati-hati itu saja dengan sangat terpaksa, ibuku memang orang yang keras kepala dan mudah sekali marah, namun aku tau ibuku adalah orang baik yang begitu mencintaiku meski tidak pernah ditunjukkan, itulah ibuku. Meski demikian aku sangat mencintainya.